11.5.11

Batik Ponorogo


Masalah seni batik didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang namanya Raden Katong adik dari Raden Patah. Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo dan petilasan yang ada sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan.

Perkembangan selanjutnya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh Kyai Hasan Basri atau yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah Raden Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja Kraton Solo.
Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan kraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-pengiringnya. Disamping itu banyak pula keluarga kraton Solo belajar di pesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni batik keluar dari kraton menuju ke Ponorogo. Pemuda-pemudi yang dididik di Tegalsari ini, dalam masyarakat akan menyumbangkan dharma batiknya dalam bidang-bidang kepamongan dan agama.

Daerah perbatikan lama yang bisa kita lihat sekarang ialah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan sekarang dan dari sini meluas ke desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut. Waktu itu obat-obat yang dipakai dalam pembatikan ialah buatan dalam negeri sendiri yang berasal dari kayu-kayuan, antara lain : pohon tom, mengkudu, kayu tinggi. Sedangkan bahan kain putihnya juga memakai buatan sendiri dari tenunan gendong. Kain putih import bam dikenal di Indonesia kira-kira akhir abad ke-19.

Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia pertama yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo. Akibat dikenalnya batik cap maka produksi Ponorogo setelah perang dunia petama sampai pecahnya perang dunia kedua terkenal dengan batik kasarnya yaitu batik cap mori biru. Pasaran batik cap kasar Ponorogo kemudian terkenal seluruh Indonesia.

31.3.11

Potensi Daerah Ponorogo


Salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki sumber daya alam melimpah adalah Kabupaten Ponorogo. Selain dikenal hingga mancanegara karena kesenian reognya, daerah yang terletak di antara 111°17’-111°52’ Bujur Timur dan 7°49’-8°20’ Lintang Selatan ini memiliki beberapa potensi daerah yang prospek bisnisnya cukup bagus.
Berbatasan langsung dengan Kabupaten Madiun, Magetan dan Nganjuk di sebelah utara, Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek di sebelah Timur, Kabupaten Pacitan di selatannya, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di sebelah baratnya, membuat Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi dua kawasan yang berbeda yaitu perbukitan di daerah utara dan dataran rendah di kawasan selatan. Kondisi inilah yang membuat daerah Ponorogo memiliki berbagai potensi bisnis yang memberikan kebanggaan besar bagi warganya, serta menawarkan berbagai peluang usaha menjanjikan yang saat ini dijadikan sebagai mata pencaharian utama masyarakat di daerah tersebut.
Berikut ini beberapa potensi bisnis yang dapat ditemukan di Kabupaten Ponorogo.

Potensi Alam
Salah satu objek wisata unggulan yang ada di daerah Kabupaten Ponorogo yaitu wisata alam air terjun Pletuk yang berlokasi di Dusun Kranggan, Jurug Kecamatan Sooko, Kabupaten Ponorogo. Wisata alam yang berada pada ketinggian 400 mdpl ini menawarkan panorama air terjun alami yang mengalir dari Gunung Wilis kepada para pengunjungnya. Tidak hanya itu, di objek wisata Pletuk juga terdapat arena outbond serta agrowisata buah naga merah. Sehingga pengunjung selalu betah untuk berlama-lama tamasya di agrowisata ini.
Wisata alam lainnya yang cukup potensial adalah Telaga Ngebel. Terletak di Desa Wewengkon, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo dengan ketinggian 734 mdpl, wisata alam ini menampilkan pemandangan bukit berbaris dan panorama alami dari telaga Ngebel yang di kelilingi gunung Wilis. Keindahan pemandangan yang ditawarkannya, membuat wisatawan dari berbagai kalangan tidak pernah bosan untuk berkunjung ke objek wisata tersebut.


Potensi bisnis di bidang makanan

Selain wisata alam yang mempesona, Kabupaten Ponorogo juga memiliki dua daerah potensial yang menjadi sentra bisnis roti. Yaitu di Kecamatan Brotonegaran dan Kepatihan, serta di Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo. Di kedua kecamatan tersebut, hampir semua warganya berprofesi sebagai produsen roti. Dari mulai roti tawar, roti manis, kue bolu, donat, serta jenis kue lainnya yang dipasarkan di daerah Ponorogo dan beberapa daerah disekitarnya. Tak heran jika dua kecamatan ini sudah dikenal masyarakat luas sebagai sentranya produsen roti.


Potensi bisnis kerajinan kulit

Di bidang kerajinan, Ponorogo juga memiliki sentra kerajinan kulit yang sudah dibangun sejak tahun 1980. Bisnis kerajinan tersebut berada di desa Nambangrejo, Kecamatan Sukorejo, Ponorogo. Dan seperti halnya yang terjadi di daerah sentra roti, sebagian besar masyarakat di desa Nambangrejo juga menekuni bisnis kerajinan kulit untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Berbekal kulit domba dan kulit sapi, para pengrajin berhasil memproduksi beraneka macam kerajinan kulit yang memiliki nilai jual cukup tinggi. Antara lain seperti ikat pinggang, aneka macam dompet, jaket, dan produk lainnya yang kini sudah menjangkau pasar di luar daerah Ponorogo.


Potensi agibisnis

Mengingat sebagian dari wilayah Ponorogo adalah kawasan pegunungan, maka tidaklah heran bila potensi agribisnis yang dimiliki daerah tersebut cukup tinggi. Bahkan potensi di bidang ini telah berhasil memberikan kontribusi cukup besar bagi pendapatan daerah. Beberapa produk unggulan yang dihasilkan dari pertanian di Ponorogo antara lain cabai, yang berpusat di Kecamatan Slahung dan Balong, Kabupaten Ponorogo. Serta budidaya buah naga merah yang berlokasi di Desa Jurug, Kecamatan Sooko, Kabupaten Ponorogo (di sekitar objek wisata air terjun Pletuk).
Potensi berbagai produk unggulan dari tanah liat
Beberapa produk unggulan yang terbuat dari tanah liat seperti genteng, bata merah, serta gerabah, menjadi salah satu potensi bisnis yang sangat menguntungkan bagi masyarakat di Desa Gombang, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo. Memanfaatkan potensi tanah liat yang diambil langsung dari alam, para pengrajin mencoba memenuhi permintaan pasar yang semakin modern dengan menawarkan kualitas yang terbaik. Jadi, meskipun semua produk dibuat secara manual, namun kualitasnya tidak kalah bersaing dengan produk cetakan mesin. Hal inilah yang membuat produk unggulan dari tanah liat berhasil menembus pasar di Jawa Tengah, Jawa Timur hingga sebagian wilayah di Jakarta.
Semoga berbagai informasi potensi bisnis daerah Ponorogo yang telah kita bahas bersama, dapat memberikan inspirasi bisnis bagi masyarakat di daerah lain untuk mulai memanfaatkan segala potensi alam yang ada di masing-masing daerah sebagai peluang usaha yang cukup menjanjikan. (dari: bisnisukm.com)

22.2.11

Sejarah Poorogo Dan Asal Usul Reog


Mengenai asal-usul Ponorogo sampai dengan saat penyusunan naskah ini belum ditemukan dan diketahui secara pasti. Berikut kami sampaikan beberapa analisa dari berbagai sumber yang diperkirakan ada kaitannya atau kemiripannya dengan sebutan nama Ponorogo.

A. BERDASARKAN LEGENDA
1. Di dalam buku Babad Ponorogo yang ditulis oleh Poerwowidjojo diceritakan bahwa asal-usul nama Ponorogo. Bermula dari kesepakatan dan musyawarah antara Raden Katong. Kyai Mirah. Dan Joyodipo pada hari jum’at sat bulan purnama. Bertempat di tanah lapang dekat gumuk ( wilayah Katongan sekarang ). Di dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan nanti dinamakan “ Pramana raga “ akhirnya lama kelamaan menjadi Ponorogo.

2. Dari cerita rakyat yang masih hidup di kalangan masyarakat terutama dikalangan generasi tua. Ada yang mengatakan bahwa nama Ponorogo kemungkinan berasal dari kata Pono : Wasis, pinter, mumpuni, mengerti benar, Raga : Jasmani badan sekujur. Akhirnya menjadi Ponorogo.

B. TINJAUAN ETIMOLOGI
Mengacu dari sumber-sumber certa diatas. Jika ditinjau secara etimologi akan kita dapatkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :

1. Prama Raga
Sebutan Pramana Raga terdiri dari dua kata :
Pramana : Daya kekuatan, rasa hidup, permono, wadi
Raga : Badan, Jasmani
Dari penjabaran tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan wadak manusia itu tersimpan suatu rahasia hidup ( Wadi ) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, alumawah, shuflah, muthmainah

2. Ngepenakake raga menjadi Panaraga
Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan dapat menempatkan diri dimana pun dan kapan pun berada.
Akhirnya apapun tafsirannya tentang Ponorogo dalam wujud seperti yang kita lihat sekarang ini adalah tetap Ponorogo sebagai kota REOG yang menjadi kebanggan masyarakat Ponorogo



Menurut cerita, kelahiran kesenian Reog dimulai pada tahun Saka 900, dilatarbelakangi kisah tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana, Raja Kerajaan Bantarangin yang sedang mencari calon permaisurinya. Bersama prajurit berkuda, dan patihnya yang setia, Bujangganong. Akhirnya gadis pujaan hatinya telah ditemukan, Dewi Sanggalangit, putri Kediri. Namun sang putri menetapkan syarat agar sang prabu menciptakan sebuah kesenian baru terlebih dahulu sebelum dia menerima cinta sang raja. Maka dari situlah terciptalah kesenian Reog. Bentuk Reog pun sebenarnya merupakan sebuah sindiran yang maknanya bahwa sang raja (kepala harimau) sudah disetir atau sangat dipengaruhi oleh permaisurinya (burung merak).
Biasanya satu group dalam pertunjukan Reog terdiri dari seorang Warok Tua, sejumlah warok muda, pembarong, penari Bujang Ganong, dan Prabu Kelono Suwandono. Jumlahnya berkisar antara 20 hingga 30-an orang, peran sentral berada pada tangan warok dan pembarongnya. Tulisan Reog sendiri asalnya dari Reyog, yang huruf - hurufnya mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi : rasa kidung/ingwang sukma adiluhung/Yang Widhi/olah kridaning Gusti/gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa.

Penggantian Reyog menjadi Reog yang disebutkan untuk "kepentingan pembangunan" - saat itu sempat menimbulkan polemik. Bupati Ponorogo Markum Singodimejo yang mencetuskan nama Reog (Resik, Endah, Omber, Girang gemirang) tetap mempertahankannya sebagai slogan resmi Kabupaten Ponorogo.
dirangkum dari berbagai sumber